Sabtu, 24 Maret 2012

Mengajar dengan Sepenuh Hati

SEKOLAH CINTA KASIH TZU CHI CENGKARENG


Mengajar dengan Sepenuh Hati

Naskah : Apriyanto
Guru adalah pelita yang memberi cahaya dalam gulita karena guru membawa ilmu kepada murid-muridnya. Sebagian orang mengatakan kalau guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Karena tanpa disadari kesuksesan seseorang tak lepas dari jasa seorang guru. Namun tidak semua guru sanggup mengemban tugas ini dengan penuh ketulusan dan dedikasi.   

Hanya orang-orang yang memiliki kecintaan pada dunia pengajaran dan anak-anaklah yang sanggup menjalani profesi guru sebagai tugas yang mulia. Sandra Devi salah satunya. Guru Taman Kanak-kanak Sekolah Tzu Chi ini bisa dikatakan sebagai salah satu guru yang mendedikasikan hidupnya di dunia pendidikan dan anak-anak.
Sandra yang telah berusia 33 tahun ini memulai kariernya sebagai guru sejak tahun 2004. Waktu itu Sandra yang sudah mengajar di salah satu kelompok bermain kenamaan tertarik melamar kerja di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi setelah melihat iklan lowongan kerja di salah satu surat kabar. Atas dasar coba-coba maka Sandra bersama 2 orang temannya mengantarkan surat lamaran ke kantor Tzu Chi di Mangga Dua Jakarta. Beberapa hari berikutnya, Sandra pun mendapat panggilan untuk wawancara di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, Jakarta Barat. Ketika pertama kali memasuki halaman sekolah, Sandra langsung terpesona melihat bangunan sekolah yang begitu megah. Hatinya pun langsung berdesir, "Sekolahnya besar sekali. Sepertinya saya tepat memilih bergabung di sini.Jika awalnya Sandra melamar atas dasar "coba-coba" maka pada hari itu ia bertekad untuk lebih mengenal Tzu Chi. Setelah menjalani seragkaian wawancara dan tes, Sandra semakin paham akan misi dan visi Tzu Chi. Akhirnya atas jalinan jodoh pula Sandra diterima sebagai guru taman kanak-kanak di Sekolah Cita Kasih Tzu Chi.   

Sekolah Baru Tantangan Baru
Namun begitu pertama kali mengajar Sandra langsung terkesiap ketika melihat penampilan murid-muridnya yang mayoritas berasal dari bantaran Kali Angke. "Saya terkejut ketika melihat penampilan mereka. Mereka datang dengan penampilan seadanya. Rambut kusut, bertelanjang kaki dan diantar orang tua yang berpenampilan seadanya juga," kenang Sandra. Tetapi di tempat ini, Sandra justru memperoleh pengalaman baru. Anak-anak didiknya yang berpenampilan seadanya itu, ternyata terlihat lebih berani berkomunikasi dan bersosialisasi dibandingkan dengan murid-murid di tempatnya bekerja dahulu. Meskipun demikian keberanian dan kemandirian anak-anak itu berimbas pula pada perilakunya yang di luar normatif anak-anak. Mayoritas dari mereka terbiasa berkata kasar dan beberapa di antaranya sudah berperilaku layaknya orang dewasa. Keadaan ini jelas menjadi tantangan dan tugas utama bagi Sandra dalam membenahiperilaku murid-muridnya.
Tahap utama yang Sandra jalani adalah melakukan pendekatan pada orang tua murid dan penerapan disiplin pada anak-anaknya secara bertahap. Dalam hal ini inovasi sangat diperlukan untuk tercapainya tujuan yang diinginkan: anak didik yang berbudi pekerti luhur. Oleh karena itu pendekatan persuasif merupakan kunci agar anak didik lebih mudah mengerti mengenai tata krama, dan menjadikan tata krama sebagai bagian dari perilaku sehari-hari.
Berbekal pada pada prinsip ini Sandra pun mulai mengundang para orang tua murid ke sekolah untuk saling berkomunikasi dan menjelaskan pentingnya penampilan yang baik bagi anak-anak mereka. "Kita harus merangkul mereka. Mengajarkan tata krama kepada mereka itu berat sekali, harus banyak komunikasi dengan orang tua. Jadi sering mengundang para orang tua ke sekolah untuk berdiskusi dan mengajak agar anak-anak mereka bisa berpenampilan lebih baik lagi," kata Sandra.
Kebetulan Sandra juga tinggal di Kompleks Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng, maka ia memanfaatkan waktu luangnya untuk saling berinteraksi dengan para warga. Perlahan-lahan Sandra pun semakin akrab dengan para ibu rumah tangga yang beberapa di antaranya adalah orang tua dari murid-muridnya.
Keterampilan Sandra dalam mendengarkan keluh kesah dan berbagai pengetahuan membuat Sandra disenangi dan dihargai oleh para orang tua murid. "Saya berusaha menjadi pendengar yang baik, saya dengarkan keluhan mereka," akunya.

'Kebiasaan-kebiasaan buruk,seperti perkataan kasar dan perilaku di luar norma anak-anak sudahjauh berkurang. Dan keterampilan membaca tulis juga memperlihatkan hasil yang memuaskan. Maka tak sedikit orang tua murid yang bersyukur dan bangga anak-anaknya bisa belajar di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi.'    

Keakraban ini justru membuat beberapa murid menjadi demikian akrab dengan Sandra. Kondisi ini dijadikan kesempatan oleh Sandra untuk membujuk para murid agar mau berpenampila baik dan berkata santun. Selain itu Sandra juga menggunakan kesempatan ini untuk membujuk murid-murid agar mau mengonsumsi obay vaksinasi Tuberkulosis(TBC). "Anak-anak sinipaling susah minum obat. Kadang harus saya cekoki atau digerus dulu. Biasanya para orang tua murid sudah menyerahkan kepercayaan kepada kita guru-guru," jelas Sandra.
Lambat laun para murid yang telah akrab dengan Sandra tak lagi sungkan mengetuk pintu rumah untuk sekedar bertegur sapa atau belajar. Kenyataannya hampir setiap hari ada saja murid yang datang untuk minta diajarkan membaca tau menulis oleh Sandra. "Hmapir setiap sore ada beberapa murid yang datang untuk minta diajarkan menulis dan membaca,'terang Sandra.
Sandra yang telah mendedikasikan dirinya sebagai seorang guru menjalani semua ini dengan sukacita. Setiap hari sepulang mengajar dan setelah rehat sejenak ,Sandra siap memberikan tambahan pengajaran kepada para murid setiap pukul 17.00 WIB. Mulai belajar baca tulis sampai berbagi cerita kepada anak-anak, ia lakoni dengan sepenuh hati. Alhasil setelah dijalaninya dengan sepenuh hati, ia melihat usahanya berbuah manis. Dalam penampilan misalnya, murid-murid mulai bisa berpakaian rapi. Bagi anak laki-laki sudah tidak ada lagi yang berambut panjang dan anak perempuan sudah memakai ikat rambut. Kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti perkataan kasar dan perilaku di luar norma anak-anak sudah jauh berkurang. Dan keterampilan membaca tulis juga memperlihatkan hasil yang memuaskan. Maka tak sedikit orang tua murid yang merasa bersyukur dan bangga anak-anaknya bisa belajar di Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi. "Ada orang tua yang berkata kepada saya, " Saya merasa bangga anak saya bisa bersekolah di sini," aku Sandra.

Murid Beperilaku Menyimpang 
Ada salah satu murid laki-laki yang membuat Sandra selalu mengingatnya sampai saat ini. Murid lelaki itu bertingkah laku layaknya pria dewasa hingga menimbulkan keresahan bagi anak-anak perempuan seusianya. Sandra yang telah mendalami dunia anak-anak dan pendidikan merasa kalau perilaku anak didiknya adalah hasil dari pembelajaran di lingkungan sebelumnya. Maka dengan cara yang sangat halus Sandra mengajak orang tua anak itu untuk berkonsultasi. Setahap demi setahap, Sandra menjelaskan kepada orang tua anak itu tentang perilaku anaknya yang berada di luar kewajaran  kanak-kanak. "Mungkin di tempat tinggal yang lama anak itu telah terbiasa melihat perilaku orang dewasa, jadi ia menirunya," jelas Sandra kepada orang tua anak itu.
Untuk kasus ini Sandra berusaha mengakrabkan diri pada orang tua anak itu. Tujuannya tak lain untuk membangun kepercayaan dan memberikan pandangan tentang psikologis anak-anak usia dini. Setelah orang tua anak itu memperoleh pemahaman yang cukup tentang tata krama, Sandra pun mulai menerapkan disiplin pada muridnya tanpa menimbulkan rasa takut.
Kini, murid laki-laki yang dahulu bermasalah dengan perilaku sekarang telah duduk di bangku kelas 6 SD dan perilakunya pun jauh lebih baik. "Sekarang dia sudah kelas 6Sd. Perilakunya juga sudahbaik layaknya anak-anak seusianya,"kata Sandra.
Enam tahun bukanlah waktu yang singkat. Enam tahun menjadi guru dan warga Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi menimbulkan kesan mendalam di hati Sandra. Baginya selama 6 tahun orang tua dan murid adalah bagian dari hidupnya yang tak terpisahkan.Karena kehadiran mereka telah mebuat Sandra mampu mendedikasikan dirinya sebagai seorang guru. Maka tak heran bila Sandra terkadang merasa kehilangan mereka bila tak berkumpul bersama. Kebersamaan adalah pelipur lara di kala hati susah dan cara bagi Sandra untuk berkomunikasi serta memberikan pemahaman kepada orang tua dan murid. "Dukanya jika hari sedang hujan. Ibu-ibu dan anak-anak tidak ada yang berkumpul di taman hingga saya merasa kehilangan teman,"katanya.

www.gunadrama.ac.id

Sumber:
Dunia Tzu Chi ,Vol.10, No.3,September-Desember 2010
(hal.IV-VII /hal. 30-33)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar