Sabtu, 14 April 2012

"Saya Bangga Mereka Punya Cita-cita"

SEKOLAH CINTA KASIH TZU CHI CENGKARENG

"Saya Bangga Mereka Punya Cita-cita" 

NASKAH : Ivana

"Saya tidak akan pernah lupa, hari pertama ngjar disini." Tanggal 28 Juli 2003, untuk pertama kalinya Zainah melangkah menuju gedung Sekolah Cinta Kasih yang masih baru. Sekolah itu memulai kelas pertamanya pada tahun ajaran 2003-2004.

Hari itu,Zainah Mawardy menatap wajah calon murid-muridnya. Ia sudah diberitahu bahwa murid-muridnya adalah anak-anak warga yang dipindahkan dari pemukiman kumuh bantaran Kali Angke. Kebetulan ia mengajar kelas 1 SD dan mereka begitu membuatnya terkejut sekaligus pilu. Ada anak yang rambutnya seperti tidak pernah disisir, lengket dan menyatu. Tampak kutu rambut merayap kesana-sini. Anak yang lain telinganya penuh congek, dan ingus meleleh dari hidung-hidung kecil itu. Meski sebulan sebelumnya Zainah telah disiapkan dengan pelatihan guru untuk pembukaan sekolah ini, pemandangan hari pertama tersebut tetap membuatnya tertegun.

Atas Nama Cinta Kasih
Di Jakarta, ada banyak perumahan ilegal di sepanjang sungai. Ibukota yang menyedot ribuan pendatang setiap tahunnya,mengakibatkan kepadatan terjadi sampai di tepi-tepi sungai. Tahun 2002, banjir yang hebat terjadi di Jakarta. Hampir seluruh ibukota terendam. Pemerintah pun dituntut untuk bebenah, salah satunya dengan mengembalikan sungai pada fungsinya. Akibatnya, ratusan ribu warga penghuni bantaran kali dipaksa pindah. Saat itu, kebetulan Yayasan Budha Tzu Chi memberikan bantuan banjir di wilayah Kapuk Muara, Jakarta Utara. Relawan membgaikan makanan dan air minum pada para warga dan mengadakan baksos kesehatan. Tanpa sengaja mereka menyaksikan derita kehidupan warga di bantaran Kali Angke. Persoalan hidup bantaran kali ini pun samapai ke telinga Master Cheng Yen, pendiri Tzu Chi di Taiwan. Master yang dikenal welas asih mengarahkan langkah penganggulangan yang mencakup pembangunan perumahan untuk menampung warga bantaran kali yang dipindahkan. 
Tahun 2003, 5.500 unit rumah susun siap menampung warga yang pindah dari Kali Angke ke Perumahan Cinta Kasih Tzu Chi yang dibangun di Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam kompleks rumah susun itu dibangun pula sekolah dan poliklinik, keduanya juga menyandang nama "Cinta Kasih". Penyelesaian proses pembangunan membutuhkan waktu kurang dari satu tahun. Dananya dikumpulkan dari cinta kasih masyarakat Indonesia sendiri.
Tahun-tahun pertama, Zainah dan belasan guru angkatan pertama yang mengajar di Sekolah Cinta Kasih harus menghadapi tantangan yang berat yang bernama lingkungan. Murid-murid masih membawa kebiasaan lama mereka dari bantaran. Hari-hari sekolah lebih banyak diisi Zainah dengan membuat murid-muridnya mengerti dan berpenampilan layak sebagai seorang murid. Usaha itu mencakup, membersihkan tubuh mereka, mengajari cara berpakaian, dfan bersikap di dalam kelas. "Karena itulah, 3 tahun pertama para guru di sini belum bisa fokus pada materi pelajaran. Kami lebih banyak mengajar tentang "di sekolah harus bagaimana, juga sikap di rumah seperti apa',"terangnya.
Segera Zainah dan para guru menyadari bahwa masalah murid-murid mereka ini berawal dari keluarga. Maka mereka sepakat mengadakan pertemuan dengan para orang tua murid untuk mendiskusikan kemajuan para murid. Dalam pertemuan itu, para orang tua yang tinggal di kompleks rumah susun cukup datang dengan berjalan kaki karena jarak rumah ke sekolah sangat dekat. Namun yang paling mengejutkan para guru adalah penampilan mereka. "Ada yang pakai daster, pakai sandal jepit, pokonya mereka 'natural' sekali," kenang Zainah.
"Kami tidak hanya mendidik anak, tapi juga mendidik orang tua," ia menerangkan. Untuk memudahkan para guru , Tzu Chi memberi fasilitas tempat tinggal bagi mereka. Meski awalnya ragu, Zainah akhirnya pindah dari rumah orang tuanya di Bekasi ke Perumahan Cinta Kasih. Pertimbangannya, agar ia dapat menukar jam-jam perjalanannya menjadi lebih banyak waktu bersama anak-anaknya. Maka ia pun pindah , tinggal bertetangga dengan murid-muridnya.

Investasi Terbesar 
Saat Zainah mulai membaurkan diri dengan orang tua murid-muridnya , ia jadi lebih memahami mereka. Ia menemukan banyak keputusasaan yang kemudian menjadi ketidakpedulian. Keputusasaan ini tumbuh dari rasa tidak berdaya karena terbatasnya pengetahuan dan keterampilan para orang tua. Keterbatasan ekonomi adalah kendala lainnya. Sekolah Cinta Kasih memang memasang biaya uang sekolah yang terjangkau para orang tua yang rata-rata buruh atau pedagang kecil. Tapi, "Anak-anak setelah SMP tidak melanjutkan lagi karena mereka melihat orang tuanya tidak mampu membiayai. Dalam benak mereka, setelah lulus SMP lalu cari kerja seadanya supaya dapat uang. Tapi pekerjaan yang bisa didapat ya setingkat itu saja, tidak mungkin lebih baik dari orang tua mereka," kata Zainah. Maka, para guru ikut memperjuangkan agar Sekolah Cinta Kasih menambah tingkatan dengan SMK, pekerjaan yang didapat anak-anak setelah lulus sedikit lebih menjanjikan.
Zainah mendapati perubahan sikap yang menakjubkan dari para orang tua ketika anak-anak mereka mendapat kesempatan melanjutkan hingga SMK. Mulai ada binar-binar harapan akan masa depan anak-anakny6a. "Saya selalu coba menjelaskan pada orang tua bahwa anak adalah investasi keluarga yang paling bernilai. Jauh lebih besar nilainya daripada tanah atau emas. Maka kita harus membekali pendidikan pada anak-anak kita," paparnya. Perlahan, orang tua mulai berubah dari tak peduli menjadi sangat memperhatikan pendidikan. Dan Sekolah Cinta Kasih berubah menjadi sekolah yang dikenal memiliki budi pekerti baik, serta para muridnya berprestasi, sopan, rapi dan teratur.
Sudah 7 tahun lamanya, Zainah dan para guru Sekolah Cinta Kasih Tzu Chi Cengkareng terus bergelut di lahan pengabdian mereka. Zainah sungguh dilingkupi rasa bahagia sekaligus bangga, terutama ketika melihat murid-muridnya berdiri di atas pentas untuk memperagakan isyarat tangan, berpidato, mengikuti lomba bahsa inggris atau apapun. Kini tak tampak lagi bayangan bahwa mereka terdahulu pernah tinggal di pemukiman kumuhbantaran kali. "Saya bangga melihat mereka kini punya cita-cita,"ujar Zainah.


Sumber:
Dunia Tzu Chi, Vol.10 , No,3, September-Desember 2010 




www.gunadarma.ac.id

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar