Sabtu, 21 Mei 2011

(BPR) Peluang Biayai UMKM Masih Besar

JAKARTA, KOMPAS - Peluang Bank Perkreditan Rakyat membiayai usaha mikro, kecil, dan menengah masih sangat besar.  Dari 52,764 juta UMKM di Indonesia, baru 24,887 juta yang menjadi nasabah bank. 
  Ketua Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia Joko Suyanto mengemukakan hal itu dalam Indonesia Banking Expo di Jakarta,Jumat(13/5)
  "Masih ada peluang 52,83 persen dari total UMKM(usaha mikro kecil, dan menegah) atau 27,877 unit UMKM yang bisa dibiayai BPR (Bank Perkreditan Rakyat)", kata Joko.
   BPR dapat memanfaatkan peluang itu karena memiliki kedekatan dengan UMKM. Namun, Joko mengakui, untuk memanfaatkan seluruh peluang yang ada, modal yang dimiliki BPR sangat terbatas.
   Keterbatasan modal itu dibenarkan oleh Direktur Kredit,BPR, dan UMKM Bank Indonesia Edy Setiadi. Sekitar 90,6 persen dari 1.679 BPR di Indonesia memiliki modal disetor kurang dari Rp 5 miliar. Kondisi ini berpengaruh terhadap kapasitas pembiayaan.
    Saat ini, pangsa kredit BPR untuk UMKM hanya 4,7 persen meskipun 51,04 persen dari total kredit BPR disalurkan untuk UMKM. Per Maret 2011, kredit yang disalurkan BPR sebesar Rp 35,668 triliun.
    BI tengah membahas rencana menaikkan modal minimum BPR yang saat ini Rp 500 juta-Rp 5 miliar, bergantung daerah. Nantinya, modal akan menjadi 2,5 kali modal saat ini. Namun, kenaikan modal tersebut berbeda-beda untuk setiap daerah.
      Edy menyebutkan pembobolan sebagai faktor dominan penyebab BPR dilikuidasi. Hal itu berhubungan dengan integritas sebagian pemilik dan pengelola BPR yang masih rendah.
     "Saatnya BPR yang sudah besar memiliki direktur kepatuhan. Harus dilakukan kontrol internal karena beberapa kebocoran terjadi di BPR," ujar Edy.
      Diperkirakan, dari sisi aset, 80-an BPR atau 5 persen dari 1.679 BPR memiliki aset cukup besar. Dengan kebutuhan direktur kepatuhan itu, Peraturan Bank Indonesia mengenai BPR harus diubah.
     Joko menyatakan, tambahan direktur kepatuhan akan meningkatkan biaya operasional BPR. Namun, ia mengakui, kontrol internal adalah masalah serius yang harus dipikirkan BPR.
     Lembaga Penjamin Simpanan menyebutkan, sebanyak 10 BPR dilikuidasi pada 2010. Sebagian besar akibat pembobolan. (IDR)

Sumber:
KOMPAS, SABTU, 14 Mei 2011
Halaman 20

Dikutip pada :
Hari : Sabtu
Tanggal : 21/05/2011 
Jam : 20.00 WIB

www.gunadarma.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar