MACAM-MACAM PERIKATAN
Bentuk
perikatan yang paling sederhana ialah suatu perikatan yang masing-masing pihak
hanya ada sattu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih
pembayarannya. Disamping bentuk yang paling sederhana ini terdapat beberapa
macam perikatan lain sebagai berikut :
A.
PERIKATAN BERSYARAT (VOORWAARDELIJK)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan
yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentun
akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan ,bahwa perikatan
itu barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu itu timbul. Suatu
perjanjian yang dmeikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu
syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde). Suatu
contoh , apabila saya berjanji pada seseorang untuk membeli mobilnya kalau saya
lulus dari ujian. Kedua, mungkin untuk memperjanjikan , bahwa suatu perikatan
yang sudah akan berlaku, akan dibatalkan apabila kejadian yang belum tentu itu
timbul. Disini dikatakan perikatan itu digantungkan pada suatu syarat
pembatalan(ontbindende voorwaarde).
Suatu contoh, misalnya suatu perjanjian: saya mengijinkan seorang mendiami
rumah saya,dengan ketentuan bahwa perjanjian itu akan berakhir apabila secara
mendadak, saya diberhentikan dari pekerjaan saya.
Oleh undang-undang ditetapkan, bahwa
suatu perjanjian yang sejak semula sudah batal(nietig),jika ia mengandung suatu
ikatan yang digantungkan pada suatu syarat yang mengharuskan suatu pihak untuk
melakukan suatu perbuatan yang sama sekali tidak mungkin dilaksanakan atau yang
bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan. Baiklah kiranya
diperingatkan di sini, bahwa dalam hukum waris mengenai ini berlaku suatu
ketentuan yang berlainan, yaitu suatu syarat yang demikian jika dicantumkan
dalam suatu testament tidak mengakibatkan batalnya testament, tetapi hanya
dianggap syarat yang demikian itu tidak ada, sehingga surat wasiat tersebut
tetap berlaku dengann tidak mengandung syarat. Selanjutnya, diterangkan bahwa
dalam tiap perjanjian yang meletakkan kewajiban timbale balik kelalaian salah
satu pihak(wanprestasi) selalu dianggap sebagai suatu syarat pembatalan yang
dicantumkan dalam perjanjian (pasal 1266).
B. PERIKATAN YANG DIGANTUNGKAN PADA SUATU
KETETAPAN WAKTU(TIJDSBEPALING)
Perbedaan anatar suatu syarat dengan
suatu ketetapan waktu ialah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa
yang belum tentu atau tiadak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu
hal yang pasti akan datang,meskipun mungkin belum dapat ditentukan kapan
datangnya,misalnya meninggalnya seseorang. Contoh-contoh suatu perikatan yang
digantungkan pada suatu ketetapan waktu,banyak sekali dalam praktek seperti
perjanjian-perburuhan,suatu hutang wesel yang dapat ditagih suatu waktu
setelahnya dipertunjukkan dan lain sebagainya.
C.
PERIKATAN YANG MEMBOLEHKAN MEMILIH(ALTERNATIEF)
Ini adalah suatu perikatan, dimana
terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang
diserahkan yang mana ia akan lakukan . misalnya ia boleh memilih apakah ia akan
memberikan kuda atau mobilnya atau uang satu juta rupiah.
D.
PERIKATAN TANGGUNG-MENANGGUNG
(HOOFDELIJK ATAU SOLIDAIR)
Suatu perikatan di mana beberapa orang
bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang
menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu
piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam yang belakangan ini , sedikit
sekali terdapat dalam praktek.
Beberapa orang yang bersama-sama
menghadapi satu orang berpiutang atau penagih utang,masing-masing dapat
dituntut untuk membayar hutang itu seluruhnya. Tetapi jika salah satu membayar,
maka pembayaran ini juag membebaskan semua teman-teman yang berhutang. Itulah
yang dimaksudkan suatu perikatan tanggung menanggung. Jadi, jika dua orang A
dan B secara tanggung-menanggung berhutang Rp.100.000,- kepada C,maka A dan B
masing-masing dapat dituntut membayar Rp. 100.000,-.
Memang dari sudut si
berpiutang,perikatan semacam ini telah diciptakan untuk menjamin
piutangnya,karena jika satu orang tidak suka atau tidak mampu membayar
hutangnya, ia selalu dapat meminta pembayaran dari yang lainnya.
Perikatan tanggung-menanggung,lazim
diperjanjikan dalam suatu perjanjian. Bagaimana juag, perikatan semacam ini
tidak boleh dianggap telah diadakan secara diam-diam, ia selalu harus
diperjanjikan dengan tegas(uitdrukkelijk). Tetapi ada kalanya juag perikatan
tanggung-menanggung itu ditetapkan oleh undang-undang misalnya dalam B.W
mengenai beberapa orang bersama-sama meminjam satu barang, mengenai satu orang
menerima penyuruhan(lastgeving) dari beberapa orang. Dalam W.V.K mengenai suatu
perseroan firma , di mana menurut undang-undang masing-masing persero
bertanggung jawab sepenuhnya untuk seluruh hutang firma, atau mengenai suatu
wesel, di mana semua orang yang secara berturut-turut telah mengendosirnya,
masing-masing menganggung pembayaran hutang wesel itu untuk seluruhnya, jika
penagihan kepada si berhutang menemui kegagalan.
E.
PERIKATAN YANG DAPAT DIBAGI DAN YANG
TIDAK DAPAT DIBAGI
Suatu perikatan dapat dibagi atau
tidak, tergantung apda kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya
tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu
perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan,
barulah tampil ke muka , jika salah satu pihak dalam perjanjian telah
digantikan oleh beberapa orang lain. Hal mana biasanya terjadi karena
meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya
oleh sekalian ahli warisnya
Pada dasarnya, jika tidak
diperjanjikan lain-antara pihak-pihak yang semula suatu perikatan, tidak boleh
dibagi-bagi ,sebab si berpiutang selalu berhak menuntut pemenuhan perjanjian
untuk sepenuhnya dan tidak usah ia menerima baik suatu pembayaran sebagian demi
sebagian.
F.
PERIKATAN DENGAN PENETAPAN
HUKUMAN(STRAFBEDING)
Untuk mencegah jangan samapai si
berhutang dengan mudah sajua melalaikan kewajibannya,dalam praktek banyak
dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman,apabila ia tidak
menepati kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si
berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya.
Hukuman ini,biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang
sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah
ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu.
Hakim mempunyai kekuasaan untuk meringankan
hukuman,apabila perjanjian telah sebagian dipenuhi.
sumber:
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/aspek_hukum_dalam_bisnis/bab4-hukum_perikatan_dan_perjanjian.pdf
www.gunadarma.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar